[Kisah Nyata] Awas Ada Copet di Angkot — Bagian Satu
![]() |
gambar: Okezone |
Teman-teman, saya mau berbagi sedikit cerita, sekalian berbagi pengalaman.
Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi beberapa hari lalu, tepatnya Rabu (20/11/19).
Cerita yang mendebarkan ini memakai alur hari itu juga karena memang selepas kejadian itu, saya langsung menulisnya, tapi baru sempat memublikasikannya sekarang.
Oke, langsung saja, ya.
Kronologis Kejadian
Pulang sekolah saya menumpang angkot seperti biasanya.
Namun tidak tahu kenapa, sejak tempo lalu saya hampir kecopetan di angkot, setelahnya malah lebih sering saya bertemu copet-copet, bisa beda orang mau pun orang yang sama.
Bahkan baru tadi sore, gila, di angkot yang saya tumpangi, jurusan Torrential River—Earth City, disambangi oleh dua orang copet!
Awalnya, saat saya baru naik di SPBU Otista, New Market, saya kedapatan duduk di belakang sopir, sebab angkot sudah penuh bertepatan jam pulang.
Kemudian, beberapa meter angkot melaju, naiklah penumpang seorang pria.
Dia memakai tas besar, jenis tas gunung begitu, tapi terlihat kosong tanpa isi
Selain itu, dia juga mengenakan jaket berwarna gelap entah itu biru dongker atau hitam pekat. Jujur, penampilannya terlihat rapi dan tidak urakan. Hal itu membuat penumpang lain tidak menaruh curiga dan rasa was-was kepadanya.
Nah, firasat saya mulai tidak enak. Seperti mengingatkan terhadap sesuatu tapi entah apa, belum ngeh.
Saya mulai ngeh ketika dia mulai celingak-celinguk. "Nih orang ngapain sih?" bisik saya.
Lagi pula, jarang ada penumpang yang dengan percaya dirinya celingak-celinguk di angkot.
Biasanya, dan normalnya para penumpang itu ya bermain ponsel, membaca buku, atau tidur supaya tidak jadi pusat perhatian dan membuatnya tidak nyaman.
Namun mas-mas yang satu ini malah celingukan. Jelas mengherankan, bukan?
Entah terbesit dari mana batin saya langsung berbisik, "Wah, copet nih!"
Saya langsung menyalakan alarm kewaspadaan.
Pasalnya posisi saya dengan mas-mas itu sangat dekat, bahkan di depan saya (karena dia duduk di bangku artis).
Bisa jadi kalau dia copet seperti dugaan saya, ya dia bakal mengincar saya.
Daripada ponsel saya (hanya itu benda penting di dalam tas) pindah ke tangan dia, lebih baik saya mengurungkan niat tidur saya.
Mata saya mengawasi gerak-gerik dia.
Benar saja. Bapak-bapak yang lagi tidur di sebelah kanan saya jadi target operasinya.
Bapak-bapak yang saya taksir berumur 40 tahunan itu mengenakan waste bag mini.
Ekor mata saya mengawasi pria dan bapak tersebut.
Dia mulai beraksi.
Pertama, dia ambil duit dari saku baju. Berlagak seperti orang yang hendak turun karena tujuannya akan tiba.
Dia, melirik ke jalan melalui kaca utama (depan) mobil.
Ya, aktingnya natural banget seperti orang yang beneran akan turun.
Padahal tanpa banyak yang menyadari bahwa dia sedang beraksi.
Aksinya dimulai dengan menempelkan tas punggungnya ke waste bag bapak di sebelah saya.
Sejauh yang saya paham, tujuannya adalah untuk menyembunyikan tangan dia saat beraksi meraih dompet, ponsel, atau isi dalam waste bag bapak itu.
Beberapa detik kemudian, paha saya tertekan atau sengaja dipepet oleh dengkul si copet.
Gelagatnya menunjukkan sedang berhati-hati agar tidak menggangu (membangunkan) targetnya.
Namun dia lupa, ada saya yang merasa terganggu!
Sengaja saya tidak berteriak ada copet. Selain merasa takut malah saya yang kenapa-kenapa ke depannya, saya juga ada maksud lain.
Saya senggol lengan bapak itu berkali-kali, sampai dia terbangun dan melihat sendiri kalau pria di depannya adalah copet.
Bapaknya bangun! Namun belum sadar, dan dia malah sinis ke saya. Terlihat terganggu.
Masa bodo! Saya tetap melakukannya lagi. Niat saya baik.
Si copet, mulai mengendurkan aksinya. Pahanya sudah tidak menekan paha saya.
Saya tidak paham, itu tanda dia sudah berhasil atau gagal.
Tidak lama kemudian, dia turun.
Segera saya memberitahu bapak itu. “Copet tuh, Pak,”
"Hah? Copet, siapa?" tanya dia.
Saya menjelaskan kalau bapak itu diincar oleh copet itu.
Bapak itu kembali bertanya. "Apa yang mau dicopet?"
Nadanya seperti merendah, seakan-akan tidak ada barang berharga di waste bag-nya.
Namun setelah itu dia langsung mengecek tasnya. Ternyata resletingnya tidak terbuka.
Pikir saya, si copet turun karena mengetahui aksinya bakal gagal sebab targetnya bangun.
"Saya hapal, Pak, copet dia itu. Temen dia pernah narget saya soalnya, dan tasnya sama, merek C*nsina,"
Ya, seingat itu.
"Dia biasanya kalo udah dapet, turunnya di Ten Partner, Galeong."
"Ohh," bapaknya memeriksa tasnya kembali.
"Gak ada yang diambil sih. Nih, ongkos saya aja masih utuh," katanya sembari menunjukkan sejumlah uang.
"Syukurlah." Ujar saya.
"Tadi bapak keganggu ya pas saya senggol, nah itu dia lagi buka sleting tas bapak." Lanjut saya.
"Iya, kirain kamu kenapa, sempit kali, makanya saya nggeser." Balasnya.
Ya sudah kejadian itu selesai. Si bapak berterima kasih dan pamit saat dia turun lebih dulu daripada saya.
Angkot melaju lagi hampir ratusan meter.
Bersambung...
Klik link ini untuk baca bagian dua.
Komentar
Posting Komentar
Responsmu?